Rabu, 01 Agustus 2012

[ECR4-END] Mutiara Hatiku

0



13437479001130869046

Setelah Abi meninggalkan penginapan, Asih termenung di atas pembaringan. Dia masih belum yakin jika telah menikah dengan Abi. Perasaan yang hadir biasa saja. Tak ada debar seperti saat pertama kali dia menikah. Apakah ini karena seorang Abi? Lelaki yang memiliki kemiripan dengan mas Firman?

Asih bangkit dari pembaringan, membuka jendela kamar dan memandang laut yang dekat dengan penginapan. Suara deburan ombak terdengar memecah kesunyian malam. Asih menghela nafas. Perasaan bimbang tiba-tiba  hadir dalam benaknya.

Benarkah keputusanku ini? Apakah ini bukan  tindakan yang salah? Kasihan Abi harus menikah tanpa jaminan cinta. Maafkan saya Abi, saat ini tak ada perasaan khusus padamu selain getaran yang hadir karena kemiripan wajahmu dengan mas Firman, Asih bergumam.

Rasa cemas itu tak juga hilang hingga Asih menutup jendela dan merebahkan tubuh di pembaringan. Sambil memejamkan mata, pikirannya terus dipenuhi bayangan Firman dan Abi. Mereka hadir silih berganti dengan pesona masing-masing. Asih akhirnya terlelap dengan perasaan gelisah yang makin dalam.

***

“Bagaimana?sudah siap?” tegur Abi saat Asih membuka pintu kamar. Setelah sebelumnya mengucapkan salam pria itu kemudian mendekati Asih yang siap membawa ranselnya. Abi muncul tepat jam tujuh untuk menjemput Asih yang telah dinikahinya secara siri itu pulang ke Desa Rangkat.

“Barang-barangku tidak banyak kok ,Bi. Hanya ransel dan tas ini.”

Abi meraih ransel milik istrinya itu lalu menaruh di punggungnya.

“Biar saya yang bawa.” Ucapnya sembari tersenyum. Asih tercenung. Wajah Firman sekelebat hadir membayang di wajah Abi.

“Asih? Kenapa memandang saya seperti itu?” teguran Abi menyadarkan Asih dari lamunan. Dia terkejut lalu buru-buru melangkah keluar. Namun sebelum tubuhnya melewati pintu, Abi lebih dulu menyentuh lengannya.

“Ingat Firman, ya?” tebak Abi dengan tatapan lembut. Asih meliriknya sekilas.

“Maafkan saya..”

“Tidak apa-apa. Hal yang wajar. Jangan tertekan karena perasaan itu. Saya baik-baik saja.”

Tekanan suara Abi terdengar datar namun Asih tak melihat perubahan wajah Abi karena terus menunduk. Pria itu nampak muram meski sesaat kemudian dia tersenyum dengan mata yang sendu.

Mereka berdua kemudian menumpang bus menuju Desa Rangkat. Dalam perjalanan sesekali Asih mencuri pandang ke arah Abi yang selalu melihat ke depan. Abi bukan tak menyadari sepasang mata terus menatapnya. Lewat ekor matanya, dia bisa melihat gerakan kepala Asih yang tertuju padanya. Hanya dia memilih diam agar tak mengusik kebahagiaan perempuan itu.

“Siapa yang Asih bayangkan?” tanya Abi tiba-tiba. Dia tak tahan sejak tadi Asih terus memandangnya. Asih memalingkan wajah ke arah jendela dengan debaran jantung berpacu cepat. Abi menyentuh lengannya.

“Siapa?Firman, ya?” tanyanya dengan perasaan getir. Bagaimanapun dia  memiliki hati. Walau Firman sahabatnya tapi sekarang Asih adalah istrinya. Perasaan ikhlas ternyata tak bisa menahan rasa cemburu yang hadir dalam hatinya.

Asih mengangguk pelan.

“Maaf, saya tahu ini pasti akan terjadi. Tapi saya tidak ingin bohong sama Abi. Maaf..” Kembali ucapan maaf terlontar namun kali ini mata Asih berkaca-kaca. Melihat itu timbul rasa bersalah dalam hati Abi. Dia lalu mengulurkan tangan di belakang punggung istrinya, merangkulnya dengan mesra. Tak ada ucapan selain rangkulan itu makin erat.

***

Ketika mereka tiba di gerbang desa dan turun dari angkot, seseorang menyapa dan nyaris terpelanting dari onthelnya.

“Mas Firman??” Kang Inin melotot kaget setelah menghentikan mendadak onthel kesayangannya. Abi hanya tersenyum. Dia tahu kedatangannya akan menghebohkan Desa Rangkat karena memiliki kemiripan dengan Firman.

“Bukan kang Inin, ini Abi suami saya..” jawab Asih sambil tersenyum. Dia geli melihat Kang Inin masih terbengong-bengong sambil mendorong sepeda onthelnya mengikuti mereka menuju rumah Pak Windu Hernowo, ayah Asih.

Dalam sekejap warga Desa Rangkat heboh. Kang Inin yang semula menemani Asih dan Abi tiba-tiba hilang entah kemana. Dan seiring hilangnya kang Inin, rumah pak Windu juga telah penuh dengan kerumunan warga. Wajah-wajah penasaran tak lagi dapat dibendung. Mereka ingin tahu kebenaran kabar yang beredar.

Pak Windu juga kewalahan melayani warga yang antusias ingin melihat Abi.

“Tenang semuanya, sabar ya. Asih dan Abi, menantu saya baru saja tiba. Kasihan mereka masih kelelahan. Tunggu sebentar saja, biarkan mereka beres-beres dulu.”

Selesai berkata, Pak Windu bergegas  masuk ke dalam rumah menemui Asih yang baru keluar dari kamar mandi.

“Nanda segera keluar bersama Abi. Warga ingin melihat rupa nanda Abi seperti apa. Mereka sama terkejutnya dengan ayah. Jadi sebelum terjadi demo, sebaiknya nanda segera menemui mereka.” Ucap Pak Windu dengan wajah cemas. Asih maklum dan segera ke kamar menjelaskan situasi terkini ke Abi. Pria itu nyaris tak dapat menahan tawa andai tak melihat wajah istrinya.

“Ini bukan lelucon, Abi. Ini kenyataan yang menghebohkan desa. Ayo kita keluar dan mengumumkan pernikahan kita..”

Saat Abi keluar dari dalam rumah. Gemuruh suara warga terdengar. Sebagian besar tak mempercayai ada kenyataan seperti ini. Firman dan Abi memiliki kemiripan yang sempurna. Bahkan ada beberapa warga yang menitikkan air mata.

“Mas Firman hidup lagi..” suara terdengar dari kerumunan warga. Mbak Enggar menangis sementara Mommy, mbak Jingga, Dorma, Acik, mbak Ranti, Mahar, Sekar, Kayana, mbak Yety, Oma, bunda Nyimas, mbak Yuli Zunior, Yulia Rahmawati yang memegang lengan Yuli Telo menatap tak percaya.  Sejak tadi mereka berkerumun di teras menunggu dengan gelisah. Nampak Trio cantik putri pak RW berdiri dihalaman karena tak muat di teras. Sementara Zwan, Miss Rochma, Mbak Dwee dan Dewa saling berbisik-bisik takjub dengan apa yang mereka lihat. Vianna Moenar datang beriringan dengan Jizan,Auda, Sumarti Saelan, dan mbak Indriati See.

Para lelaki pun tak kalah semangatnya, bahkan ada yang sengaja meninggalkan kegiatan mereka di kantor, Studio, toko, swalayan, warnet, kebun dan sawah demi melihat langsung keajaiban tersebut. Pongky datang dengan pakaian pocongnya, Ki Dalang bahkan masih lengkap dengan blankonnya. Mas Hans datang dengan rombongan Pak RW, Pak RT, Kakek Astoko, Mas Halim, mas Rizal, mas El, mas Lala dan mas Yayok. Sementara dari kejauhan kang Inin yang membonceng mas Erwin memacu onthel dengan kecepatan tinggi. Mbak Kembang terburu-buru turun dari motor mas Riyadi Nanang yang memboncengnya.

“Perhatian semuanya…!” Pak Windu bersuara lantang.

“Saya Windu Hernowo, atas nama putri saya Asih dan mantu saya Abi Rangkat,  mengumumkan secara resmi jika putri saya telah melangsungkan pernikahan. Acara syukuran baru akan di laksanakan beberapa hari lagi. Ucapan saya ini anggap sebagai undangan resmi meski belum ada undangannya.”

Sambutan pak Windu di sambut gembira warga.  Mas El maju mendekati Abi dan memeluknya dengan penuh haru. Abi yang tak mengerti hanya diam sambil tersenyum.

“Aku sangat gembira melihatmu. Mas Firman adalah sahabatku, kami sangat dekat. Kehadiran Abi terasa jika mas Firman tak pergi meninggalkan kami.” Ucapan El membuat Abi maklum akan sikap El padanya. Dia akhirnya menepuk bahu lelaki itu.

“Kita juga bisa bersahabat. Firman dan saya tidak jauh berbeda.” Mas El tersenyum senang.

Tak perlu waktu lama, berkas pernikahan Asih dan Abi kelar di KUA. Mas Hans sendiri yang mengantar karena sangat terharu Asih sekdes akhirnya menikah. Mahar juga berniat menyumbang roti berbagai rasa. Sekar tak mau kalah, nyumbang kripik. Mbak Yety bagian catering tapi bukan gratis, hanya potongan harga discount. Sementara Mbak Ranti bersedia mengatur dekorasi dengan keindahan bunga-bunga yang ada di tokonya.

Kang Inin menyebarkan undangan dengan semangat 45. Serasa menemukan sahabat lama ketika dia melihat Abi. Rasa kehilangan ketikan Firman meninggal kini terobati dengan kehadiran Abi yang bersahaja. Sikapnya yang ramah tak ubahnya Firman yang begitu mudah akrab dengan seluruh warga. Kang Inin menemukan teman untuk berbagi di pos ronda.

***

Tibalah hari mendebarkan itu ketika Ijab Qabul secara resmi akan dilaksanakan di kediaman Pak Windu. Warga dan perangkat desa telah hadir dengan wajah sumringah. Tawa dan canda terdengar di mana-mana. Pembicaraan juga masih seputar Abi yang wajahnya mirip dengan Firman. Mas Hans makin kagumm pada mbak Ranti ketika melihat dekorasi halaman dan rumah Pak Windu sangat menarik berkat keahlian Ranti mendekorasi.

“Indahnya..” puji mas Hans membuat Ranti kegirangan mendengarnya.

Panitia telah bersiap di posisi masing-masing. Ini adalah pesta warga, tak ada tamu karena semua ikut andil mempersiapkan. Pak Windu bersyukur berada di Desa Rangkat. Serasa memiliki keluarga besar yang sangat kompak. Beberapa kali di mengusap air matanya karena terharu.

“Penghulu datang!” teriak warga yang berada di halaman depan. Abi yang sejak tadi duduk bersila di ruang tamu makin berdebar. Apalagi ketika penghulu duduk tepat didepannya. Entah mengapa jantungnya berdebar kencang terlebih ketika Asih muncul dalam balutan kebaya  putih motif keemasan dan jilbab warna senada.

Disaksikan ratusan warga Desa, dengan suara lantang Abi mengucapkan Ijba Qabul untuk kedua kalinya. Kali ini perasaannya lega karena telah  resmi memperistri Asih. Tak ada lagi kecemasan dalam hatinya. Kini yang tersisa hanya kesabaran untuk menunggu Asih benar-benar mencintainya bukan sebagai Firman tapi sebagai Abi.

Malamnya untuk pertama kali, Abi dan Asih berada dalam kamar yang sama. Abi bersikeras tak ingin sekamar sebelum pernikahan mereka berlangsung resmi menurut aturan hukum negara. Sementara Asih merasa kikuk. Bersama Abi dalam ruangan membuatnya canggung. Namun ada rasa bahagia yang memenuhi perasaannya.  Dia merasa tenang dan damai karena kini telah telah memiliki seseorang yang akan mendampinginya melewati hidup yang penuh suka dan duka. Seseorang yang menyayangi dan mengasihi dirinya.

Tapi Asih diam termenung. Saat teringat akan cinta yang belum utuh dihatinya untuk Abi. Rasa bersalah membuatnya gelisah dan tak tidur dengan nyenyak.

“Asih? Kenapa belum tidur juga? Sakit ya atau kelelahan?” Abi bertanya lembut sambil menyentuh dahi istrinya. Asih menoleh melihat Abi dalam keremangan lampu kamar.

“Maafkan saya, Abi. Berikan saya waktu untuk membenahi hati.”

Abi tersenyum. Meski wajahnya nampak lelah tapi matanya terlihat bahagia.

“Jangan merasa terbebani. Biarkan semua mengalir. Cinta itu akan menemukan jalannya sendiri. Sekarang saya lega karena Asih telah benar-benar resmi menjadi milik Abi.” Ucapnya lembut sambil mengelus rambut istrinya. Asih terharu, terucap doa dalam hatinya agar bisa membahagiakan lelaki yang telah memilihnya menjadi belahan jiwa.

***

Hari berlalu kehidupan desa kembali seperti biasa. Kehadiran Abi kini tak lagi menjadi bahan perdebatan. Dia diterima dengan suka cita terlebih setelah menikah dengan Asih. Namun kehidupan rumah tangga belum sepenuhnya utuh di lakoni pengantin baru tersebut. Cinta Asih untuk Firman masih membekas dalam dan tak meninggalkan ruang kosong. Abi terus bertahan dan mencoba memahami meski kini ada keresahan dalam batinnya.

“Mas?” panggil Asih membuat Abi menoleh takjub. Panggilan dengan kata mas baru kali ini didengarnya setelah mereka menikah. Hatinya bergetar hebat saat memandang istrinya itu. Asih mendekatinya lalu menyentuh jemarinya.

“Saya berangkat kerja dulu, ya. Hati-hati dirumah.” Pesannya. Asih mencium punggung tangan suaminya namun tak melepaskan pegangannya. Abi merasa heran.

“Ada apa?”

Asih menunduk lalu menatapnya lekat-lekat.

“Mas, cintaku untuk mas Firman telah saya tempatkan di ruang khusus dalam hatiku.  Saya kunci rapat-rapat agar tak menghilang. Sementara ruang kosong dalam hatiku yang seluas samudra, kini menjadi milikmu dan tak ada orang lain yang berhak memasukinya selain dirimu.”

Abi terpana. Rasa haru membuatnya refleks memeluk istrinya itu. Pelukan yang pertama kali mereka lakukan setelah resmi menikah. Pelukannya makin erat dengan mata yang basah karena bahagia. Asih juga demikian. Airmata mengalir dipipinya kala membalas pelukan hangat suaminya itu.

“Makasih, sayang. Saya benar-benar bahagia..” Abi berbisik di telinganya. Asih membenamkan wajahnya,merapat di tubuh suaminya itu. Kali ini tak ada lagi keraguan. Cinta dihatinya kini adalah milik Abi seorang. Semoga selamanya mereka bisa bersama dan mengarungi bahtera rumah tangga dengan cinta dan kasih sayang yang selalu terjaga.

T A M A T

Postingan ini adalah penutup dari kisah ECR ( Episode Cinta Rangkat ) kolaborasi mas Deddy K. Sandi dan Asih Rangkat. Ini menjadi akhir dari kisah Edelweis yang selama ini menjadi tema. Kolaborasi ini telah menghasilkan sejumlah postingan dari kedua penulis di tambah dengan postingan beberapa warga menjelang akhir ECR tersebut.

Berikut beberapa postingan sebelumnya yang menjadi alur kisah ECR Edelweis hingga tamat.

0 komentar:

Posting Komentar