Senin, 19 Desember 2011

Maafkan Aku Febi

0



” Gimana, Ruth? Aku cantik nggak?” tanya Febi sambil bergaya seperti seorang model didepanku. Aku terdiam. Lama kupandangi dia. Bukan karena aku takjub dengan kecantikannya tapi karena baju yang dia pakai terlalu ketat. Aku maju mendekatinya. Kupegang ke dua sisi pinggangnya.

” Terlalu ketat, Feb. Kamu tidak boleh memakai baju yang ketat seperti ini. Orang-orang akan tahu kalau perutmu buncit. Mereka bisa menduga yang bukan-bukan.” Febi tertawa. Dia berbalik menghadap ke cermin.

” Lho nggak pa pa. Aku kan sudah beritahu mereka kalau aku sudah menikah. Kalau sekarang perutku buncit, itu artinya aku sedang hamil.” Tak kusambut kata-katanya. Aku memilih duduk di kursi. Rasanya lelah menunggu Febi fitting baju-baju pengantinnya.  Sebagai sahabatnya bertahun-tahun aku kenal betul sifat Febi. Dia cuek. Bahkan saat semua orang membicarakan kehamilannya dia santai-santai saja.

” Sekarang kan tinggal resepsi, aku bisa bilang kalau aku sudah menikah tiga bulan yang lalu. Toh mereka tidak tahu, kecuali kalau kamu buka mulut.” Febi menatapku tajam tapi sedetik kemudian dia tertawa.

” Tapi kamu nggak mungkin buka mulut, kamu kan sahabatku.” katanya lagi.

Aku tertunduk. Perasaan bersalah hinggap di hatiku. Maafkan aku Febi, justru aku yang sudah memberitahu mereka. Aku memang sahabatmu, tapi aku juga seorang wanita. Melihatmu merampas kekasihku dengan cara yang curang seperti ini membuatku hancur. Aku tahu kamu menjebaknya karena aku melihat sendiri saat kamu menuangkan sesuatu ke dalam minumannya. Dia tidak melakukan apa-apa padamu tapi kenapa dia yang harus bertanggung jawab terhadap kehamilanmu? Kenapa bukan Lucky yang kamu cari? Apa karena Lucky sudah beristri dan istrinya adalah saudaramu sendiri? Apa kamu tahu betapa hancurnya hati Lukman setelah kau tuduh dia menghamilimu?

Impian kami hancur berkeping-keping. Kami menangis berdua malam itu. Aku sakit hati Feb, karena aku tahu yang kamu lakukan. Kamu memang tidak tahu kalau Lukman adalah kekasihku sejak tiga tahun yang lalu. Kami menyimpan dengan rapat kisah kami. Saat Lukman kamu terima bekerja sebagai asistenmu, sebenarnya kami sudah dua tahun pacaran. Aku mungkin akan memaklumi sekiranya lelaki yang kau jebak bukan kekasihku. Tapi untuk sekarang aku tidak bisa tinggal diam. Hari ini aku putuskan untuk melepaskan diri darimu. Berhenti jadi sekretaris di kantormu. Aku tidak bisa menjalani hari dengan seseorang yang menjebak kekasihku. Satu hal lagi, hari ini aku akan meninggalkan kota ini dengan Lukman. Aku tidak peduli apa yang akan terjadi denganmu setelah kepergian kami karena aku sudah memutuskan tidak lagi menjadi sahabatmu.****

0 komentar:

Posting Komentar