Senin, 19 Desember 2011

Hana ( 2 )

0



Dia baru saja bermaksud keluar untuk menanyakan ke bi Pati, tapi tiba-tiba ada suara yang memanggil dari balik pintu. Di kamar Fian ada dua kamar. Ada dapur yang tadi Inka lihat, kemudian kamar mandi. Tapi suara itu bukan berasal dari kedua kamar tersebut. Inka mencari-cari asal suara sepertinya dari dalam lemari. Inka membuka lemari yang tidak terkunci. Hanya deretan pakaian yang tertata rapi yang ada disana. Suara itu makin jelas memanggil. Suara minta tolong dan sepertinya suara wanita. Inka mulai merasa takut. Jangan-jangan hantu penunggu kamar Fian yang memanggilnya karena sudah lancang masuk kedalam kamar tanpa izin.

Suara itu terdengar semakin lemah. Inka makin penasaran. Dia mengintip di belakang lemari. Tangannya dijulurkan ke belakang lemari. Ternyata ada lubang tepatnya pintu. Inka sekuat tenaga mendorong lemari tersebut. Benar saja di belakang lemari ada pintu. Tidak terlalu lebar tapi cukup untuk di lewati satu orang. Inka membukanya dengan hati-hati, ternyata pintu itu tidak terkunci. Pintu terbuka tampak tangga menuju ke bawah. Inka melangkah dengan hati-hati. Tangannya menyentuh tembok sambil matanya memandang was-was. Dia begitu penasaran suara siapa itu. Kalaupun suara hantu, setidaknya dia tidak penasaran lagi dengan isi kamar Fian yang begitu unik.

Mata Inka langsung melebar begitu sampai dibawah. Ruangnya tidak gelap bahkan sangat terang hingga Inka bisa dengan jelas melihat seseorang yang sedang terbaring di tempat tidur. Dia melangkah mendekati orang itu. Begitu dekat Inka tahu kalau orang itu seorang wanita. Wanita itu terkejut melihat Inka.

Siapa kamu..?” tanyanya dengan suara pelan. Inka duduk disisi pembaringan. Dia tersenyum.

Maaf bu,saya Inka. Sepupunya Fian. Ibu siapa? kenapa bisa ada diruangan ini?” Wanita itu hanya memandangnya, kemudian menangis. Inka jadi heran.

Kamu…kamu..sepupunya Fian?..dari pihak ayah atau ibunya….” tanyanya terbata-bata. Inka meski bingung tetap tersenyum.

Saya sepupu dari pihak ayahnya. Paman sepupu sekali dengan ibuku.” jawabnya.

Wanita itu tetap menangis. Bahkan sekarang dia mencoba untuk bangun tapi badannya terlalu lemah hingga dia tidak bisa bangun dan tetap terbaring. Tangannya terangkat ke wajah Inka. Dia menyentuh wajah Inka. Inka makin kebingungan.

Syukurlah,artinya kamu benar-benar sepupunya…”

Maksud ibu ?”

Kalau dari pihak ibunya kamu bukan sepupunya karena..karena..” Wanita itu tidak melanjutkan kata-katanya. Inka menatapnya, makin heran.

Karena apa bu? oh,maaf bu,ibu mau minum?” Tanya Inka ketika dilihatnya wanita itu menunjuk gelas yang ada di atas meja. Wanita itu mengangguk. Inka mengambil gelas kosong lalu menuang air dari cerek. Kemudian membantu wanita itu minum.

Kenapa kamu bisa turun kesini? Fian yang memberitahu?” Tanya wanita itu setelah meneguk habis isi gelas. Dia sepertinya sangat kehausan.

Tidak bu, saya sendiri yang kesini karena mendengar suara ibu yang minta tolong.”

Iya. Ibu haus sekali. Sejak tadi ibu menunggu Fian tapi dia tidak datang-datang juga.”

Mungkin dia kuliah,bu. O,ya maaf kalau saya lancang bertanya. Ibu ini siapa? ada hubungan apa dengan Fian? kenapa ibu bisa ada di sini?” Wanita itu menghapus air matanya. Agak lama dia terdiam.

Ceritanya panjang,dan mungkin sebaiknya tidak ibu ceritakan sekarang. Karena nanti Fian pulang, kamu bisa kepergok sama dia. Oh,ya apa dia tahu kamu kesini? jangan sampai kamu kena marah.” Wanita itu kelihatan khawatir.

Fian memang tidak tahu kalau saya masuk kedalam kamarnya, mungkin kalau dia tahu, dia jadi kurang senang. Begini saja bu, sayakan masih lama di sini. Jadi kalau Fian ke kampus, saya bisa kesini menemani ibu sambil ngobrol. Soalnya saya juga bosan di rumah ini, rasanya sepi sekali. Cuma bi pati yang selalu saya ajak bicara. Paman dan Fian selalu sibuk dengan urusan masing-masing.” Wanita itu kembali terseyum.

Mereka memang selalu sibuk. Kalau kamu memang mau menemani ibu di sini, ibu ndak keberatan. Malah rasanya senang sekali ada yang menemani ibu. Soalnya kalau menunggu Fian pulang dari kampus lama sekali.” Inka beranjak dari pembaringan ketika ibu itu memegang tangannya. Tangannya sangat dingin.

Jangan khawatirkan ibu, ibu bahagia disini karena ada Fian yang merawat ibu. Kamu jangan berpikir yang macam-macam ya..?” Inka mengangguk sambil tersenyum

Kalo begitu saya permisi dulu ,sampai ketemu besok,ya bu..” Ucap inka sebelum bergegas ke tangga. Dia cepat-sepat menaiki anak tangga karena takut Fian keburu pulang dari kampus. Didorongnya lemari keposisi semula lalu setengah berlari menuju pintu. Inka baru bernafas lega ketika sudah ada dikamarnya.

*****

Keesokan harinya inka sengaja kedapur lebih pagi. Dia ingin menanyakan sesuatu ke bi Pati. Tapi wanita itu tidak ada disana. Padahal paman dan Fian sebentar lagi sarapan. Kemana wanita itu? pikir Inka sambil mengunyah roti yang ada di atas meja. Inka baru hendak meneguk susu coklatnya ketika bi Pati muncul dari pintu belakang sambil membawa kantung belanjaan.

Dari pasar ya bi? kog nggak ngajak-ngajak saya?” tegur  Inka yang nampak kesal. Bi Pati hanya tersenyum.

Bagaimana mau ngajak non, bibi kan ke pasar jam lima pagi. Lha, non masih tidur.” Bi Pati mengeluarkan isi belanjaannya. Inka latah mengikutinya mengeluarkan isi belanjaan dari kantung yang lainnya.

Pokoknya lain kali,harus ngajak saya Kalau tidak, saya akan tidur dikamar bibi, supaya bibi tidak bisa ninggalin saya..” Ucap Inka.

Baik non, besok-besok kalau bibi kepasar lagi, non bibi ajak..” Bi pati menjawab sambil tersenyum. Wanita itu kemudian sibuk menyiapkan sarapan. Inka juga ikut membantunya. Walaupun kelihatan membantu tapi sepertinya Inka malah membuat bi Pati kerepotan. Bukannya memperlancar malah tambah lambat.

Aduh,non. Maaf bukannya bibi tidak senang non bantu. Tapi lebih baik non duduk aja ya, soalnya bibi buru-buru. Sebentar lagi Tuan dan den Fian mau sarapan. Ntar deh lain kali kalo bibi ndak buru-buru, non bisa bantu bibi..” Ucap bi Pati akhirnya karena sudah tidak tahan. Dari tadi dia hanya bersabar dan sepertinya kesabarannya habis. Akhirnya Inka hanya jadi penonton. Dia memperhatikan bi Pati sambil menikmati roti dan susu coklat yang tadi tidak sempat diminumnya.

Selesai mandi dan berpakaian Inka bergegas ke kamar Fian. Tadi sewaktu sarapan bersama pamannya dan Fian, Inka lebih banyak diam Dia hanya menjawab seperlunya pertanyaan yang diajukan pamannya. Dan seperti biasa, Fian adalah mahkluk yang paling tidak banyak bicara. Dia hanya menggangguk jika ada perkataan atau nasehat yang sampaikan ayahnya. Inka sekarang tidak peduli lagi dengan sikap Fian. Sekarang yang ada dalam pikirannya adalah wanita yang ada di kamar Fian. Inka penasaran dengan wanita itu. Dia sudah tidak sabar untuk mendengar cerita tentang rahasia mengapa sampai wanita itu bisa berada di sana, di kamar Fian.

Maaf bu. Saya baru datang sekarang, soalnya tadi Fian agak lama pergi ke kampus. Dia sibuk ngurus motornya yang ngadat. Jadi saya takut datang kemari.” Ucap Inka begitu ada di hadapan wanita yang ada di kamar Fian. Wanita itu tersenyum sambil memegang tangannya. Inka merasakan tangan wanita itu sangat dingin.

Ibu sudah sarapan?” Tanya Inka. Tanpa menunggu komentar dari wanita itu, dia meraih bubur yang ada di atas meja. Masih hangat.

Saya suapin ya,bu?” Inka menyorongkan sendok yang berisi bubur ke mulut wanita itu.

Kamu baik sekali,sudah berapa lama kamu tinggal disini?” Tanyanya setelah makanan dimulutnya habis. Inka menyuapinya lagi.

Sudah hampir dua minggu.Tapi rasanya bete sekali. Soalnya tidak ada teman lain selain bi Pati. Fian hanya sibuk dengan urusan kuliahnya. Saya rasa dia bukan sibuk, dia memang tidak mau menemani saya kemana-mana. Dari awal dia tidak menerima saya.” Sahut Inka kesal. Wanita itu tersenyum lagi.

Kamu salah. Ibu sudah mengenalmu dari cerita-cerita yang dia sampaikan ke ibu. Sebenarnya dia baik. Cuma dia merasa waktunya tidak cukup untuk menemani kamu. Karena selain kuliah, dia juga mengurus ibu di sini. Masalahnya dia menyimpan rahasia ini sendirian. Dia tidak siap berbagi dengan kamu seandainya dia akrab dengan kamu.”

Tapi kenapa? memangnya rahasia apa yang dia sembunyikan? kenapa ibu harus dia sembunyikan?” Inka makin tidak mengerti. Wanita itu kembali memegang tangannya.

Inka,ibu adalah ibu kandungnya Fian.” Wanita itu mengucapkannya dengan pelan tapi terdengar seperti petir ditelinga Inka. Begitu menggelagar sampai-sampai bisa membuat jantungnya copot.

Ibu,ibu kandungnya Fian? bukankah ibu kandungnya sudah meninggal? kenapa ibu bisa ada di sini kalau ibu adalah ibu kandungnya? paman? apakah paman tahu?” Tanya Inka dengan nada tinggi. Dia bahkan tidak bisa mengontrol volume suaranya. Wanita itu menangis. Dia menghapus airmatanya dengan ujung selimut.

Fian menyembunyikan ibu…” ucapnya terisak. Inka memegang erat tangannya.

Tapi kenapa ibu harus disembunyikan? memangnya ibu sembunyi dari siapa? apa ada orang yang ingin mencelakai ibu atau tidak senang dengan kehadiran ibu?” Wanita itu mengangguk. Tangisnya makin deras. Agak lama Inka menunggu sampai wanita itu bisa mengontrol emosinya. Setelah tenang dia menghapus air matanya. Wanita itu mulai bercerita:

Nama ibu, Hana. Ibu datang kekota ini umur lima belas tahun. Waktu itu ibu ingin kerja jadi pembantu. Kebetulan tetangga ibu di kampung sudah lebih dulu jadi pembantu dan majikannya baik, makanya orangtua ibu tidak khawatir karena katanya ibu akan ikut bekerja di rumah majikan tetangga ibu itu.” Wanita yang bernama Hana itu berhenti sesaat.

Akhirnya ibu di terima kerja. Majikan ibu benar-benar baik. Kami ada tujuh orang. Sebagian kerja di dalam rumah, sebagian lagi kerja di kebun. Kamu mungkin tidak tahu, inilah rumah majikan ibu itu. Disinilah pertama kali ibu bekerja.” Inka agak kaget tapi dia tetap memdengarkan ibu Hana bercerita. Dia tidak bermaksud mengganggu cerita ibu Hana.

Selama dua tahun ibu bekerja semuanya baik-baik saja. Majikan kami betul-betul memperhatikan kami. Dia memperlakukan kami layaknya keluarga. Makanya ibu betah kerja disini. Masalah mulai timbul ketika Tuan Harjo, majikan ibu, ketahuan menikah lagi. Wanita yang jadi istri kedua Tuan mengira semua ini adalah harta Tuan Harjo. Padahal semuanya adalah milik nyonya. Nyonya Rasti mulai jatuh sakit, apalagi wanita itu mulai berani datang kerumah.Dia memaksa agar bisa tinggal disini. Nyonya Rasti mengerti kenapa Tuan ingin menikah lagi. Karena mereka tidak dikaruniai anak. Apalagi ketika wanita itu hamil, dia benar-benar menuntut untuk tinggal dirumah ini. Padahal kami semua tahu, anak yang dikandungnya bukan anak Tuan Harjo. Wanita itu punya kekasih lain,mana tertarik dia dengan Tuan Harjo yang sudah enam puluh lima tahun. Apalagi dia baru dua puluh tiga tahun,jelas sekali dia hanya mengincar harta tuan.”

Ibu Hana menghentikan ceritanya dia meminta air minum. Selesai minum dia melanjutkan ceritanya.

Suatu malam, Nyonya memanggil ibu kekamarnya. Nyonya memberi ibu amplop besar yang entah isinya apa. Katanya kalau nyonya meninggal ibu harus menyimpan amplop itu baik-baik. Ibu tidak mengerti kenapa nyonya memberikan amplop itu kepada ibu. Katanya diantara pembantu yang ada usia ibu yang paling muda, kalau terjadi sesuatu tidak akan ada yang mencurigai ibu yang menyimpan amplop itu. Akhirnya nyonya meninggal sebelum istri kedua tuan melahirkan. Tuan sangat terpukul dan mulai sakit-sakitan juga. Maka jadilah nyonya baru itu, yang kami panggil Nyonya Mala, yang berkuasa dirumah ini Setelah nyonya Mala melahirkan dua bulan, tuan meninggal dunia. Mulanya semua tenang-tenang saja. Kami tetap bekerja seperti biasa dibawah perintah nyonya Mala. Kekacauan mulai ada ketika wanita itu membutuhkan uang dan sama sekali tidak punya kekuasaan untuk menarik uang yang dikiranya peninggalan Tuan Harjo. Saat itulah nyonya Mala tahu kalau semua harta milik Tuan atas nama nyonya Rasti. Dia menjadi histeris. Panik. Apalagi hutang-hutangnya begitu banyak diluar. Para penagih hutang mulai berdatangan, sedangkan dia tidak punya hak untuk menjual apapun. Setidaknya begitulah yang dikatakan pengacara yang mewakili nyonya rasti almarhum. Dia merasa sama sekali tidak berdaya. Tinggal dirumah yang begitu besar, tapi tidak ada uang sedikitpun. Kami mengira mungkin nyonya Mala akan pergi tapi ternyata dia entah bagaimana caranya malah berhasil menggaet pengacara nyonya Rasti dan anehnya juga pengacara itu mau diperdaya. Entahlah mungkin dia diiming-iming janji karena wanita itu sungguh seperti ular. Dia bisa berbuat apa saja.”

Ibu Hana kelihatan begitu emosi. Nafasnya tiba-tiba sesak karena menahan amarah. Inka memberikan minum.

Ibu sudah merasa akan terjadi sesuatu yang tidak baik, maka ibu segera pulang ke kampung. Ibu bawa amplop yang Nyonya rasti berikan. Ibu sengaja menyimpannya di kampung karena ibu takut kalau-kalau pengacara itu akan menggeledah seluruh rumah. Aneh pengacara itu malah yang menjadi jahat pada kami bukannya menolong kami atau setidaknya menjaga harta nyonya Rasti seperti yang diamanatkan kepadanya. Waktu kembali ke rumah ini sesuatu yang aneh terjadi. Tidak ada seorangpun pembantu yang tinggal. Ternyata sewaktu ibu pergi, wanita itu juga mengusir semua pembantu yang ada. Katanya dia tidak bisa membayar mereka. Ibu mengira ibu tidak di terima lagi, ternyata wanita itu sadar kalau dia membutuhkan pembantu maka kehadiran ibu kembali tidak jadi persoalan. Tapi ibu jadi takut karena di rumah yang besar ini hanya ibu sendiri yang bekerja. Karena membutuhkan uang ibu terpaksa kerja walau sendirian. Ternyata wanita itu sudah menikah dengan pengacara itu, dan pengacara itulah pamanmu. Ibu tetap bekerja seperti biasa sampai suatu malam pengacara itu masuk ke dalam kamar ibu, dia memaksa ibu dan..dan…” Ibu Hana tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Tangisnya pecah. Dia menangis sesunggukan. Inka dengan sabar menunggunya. Pengalaman yang menyedihkan, pikir Inka.

Pengacara itu memaksa ibu,dia…dia.. berbuat hal yang tidak senonoh pada ibu. Dia memperkosa ibu.” Ibu Hana berurai air mata. Dia memakai selimutnya untuk menyeka air mata yang terus mengalir. Inka menyentuh lengannya mencoba menyabarkan. Bagaimanapun pengalaman ibu Hana sangat dramatis. Inka jadi tersentuh. Mata inka juga kelihatan berkaca-kaca.

Ibu berusaha beberapa kali melarikan diri, tapi selalu ketahuan. Suatu hari ibu tahu kalau ibu hamil. Ibu ketakutan dan berusaha untuk melarikan diri lagi. Tapi sekali lagi ketahuan wanita itu. Dia tahu kalau ibu hamil. Wanita itu marah sekali, apalagi dia tahu kalau pelakunya suaminya sendiri. Dia ingin mengusir ibu, tapi pengacara itu melarang karena katanya ibu sedang mengadung anaknya dan kalau mengusir ibu, pengacara itu akan pergi juga bersama ibu. Ibu awalnya menganggap pengacara itu kalaupun tidak mencintai ibu setidaknya kasihan dengan kondisi ibu yang sedang hamil jadi ingin melindungi ibu. Padahal belakangan ibu tahu kalau kebaikannya itu bukan untuk ibu. Dia sengaja menjebak ibu karena dia mencurigai sesuatu. Hal itulah yang ibu tahu setelah ibu berada di sini.”

Ibu Hana meminum air digelasnya.

Akhirnya ibu melahirkan di rumah ini, bayi laki-laki. Pengacara itu sangat senang, sebaliknya wanita itu tidak sama sekali. Mungkin Tuhan menghukumnya, anaknya terkena demam berdarah dan meninggal. Dia jadi stress, masuk panti rehabilitasi. Tapi cuma dua bulan karena ternyata anakku bisa menyembuhkannya. Dia menganggap anakku adalah anaknya. Jadi sejak itu Fian dalam pengasuhannya. Sebenarnya Fian adalah nama anaknya yang meninggal. Kami semua tidak protes karena itu membuat wanita itu begitu bahagia. Dia lupa kalau ibu punya anak dan anak ibu adalah anak yang dianggapnya anaknya. Ibu tetap jadi pembantu. Tapi ibu bahagia karena dekat dengan Fian. Tapi malapetaka itu bukannya berakhir. Rumah disita pihak bank untuk kepentingan sosial. Rupanya nyonya Rasti sudah merencanakan kalau terjadi sesuatu dengan dia maka dalam kurun waktu dua tahun rumah ini jadi milik pemerintah, kecuali dibatalkan oleh pihak pemilik. Waktu itu ibu tidak mengerti yang di maksud pihak pemilik karena setahu ibu pemiliknya Tuan Harjo dan Nyonya Rasti sudah meninggal.” Ibu Hana berhenti sesaat.

Akhirnya kami pindah di rumah yang lebih kecil di pinggiran kota. Syukurlah ibu masih bisa ikut jadi bisa terus mengawasi Fian. Suatu hari setelah sekian lama tidak pulang kampung, ibu pulang ke kampung. Ibu teringat dengan amplop yang diberikan nyonya Rasti. Sampai di sana ibu langsung membuka amplop itu dan betapa terkejutnya ibu karena dalam surat-surat yang ada tandatangannya, tertulis nama ibu sebagai ahli waris yang syah. Ibu kaget sekali dan tidak tahu mau bicara dengan siapa. Ibu diamkan saja hal ini karena ibu takut. Tapi setiap kali melewati rumah ini, ibu jadi rindu ingin berada didalamnya apalagi Fian sudah semakin besar. Tapi ibu tidak tahu mau berbuat apa. Sampai ketika Fian berumur empat belas tahun, ibu memberitahu dia kalau ibu adalah ibu kandungnya. Dia kaget tapi tidak marah, rupanya dia merasakan getaran yang lain terhadap ibu dan itu sejak lama membuatnya curiga. Ibu memberitahu Fian mengenai surat itu. Entah bagaimana Fian melakukannya, akhirnya kami pindah kembali ke rumah ini. Mungkin Fian berbohong kepada ayahnya.Untuk sementara ayahnya mempercayai tapi lama kelamaan dia curiga juga dan memaksa Fian untuk mengaku. Fian mulanya tidak ingin mengakui tapi ayahnya langsung menarik ibu dan memukul ibu didepannya. “ Ibu Hana menangis.

Ayahnya ternyata tahu kalau Fian sudah mengetahui semuanya. Fian terpaksa mengakui apa yang telah dia lakukan. Dan ayahnya memaksa ibu memberikan surat kuasa pengalihan hak atas semua kekayaan nyonya Rasti. Ibu terpaksa berjanji akan mengikuti semua keinginan ayah Fian. Sebenarnya sudah cukup bagi ibu berada kembali di rumah ini. Ibu tidak peduli dengan kekayaan nyonya Rasti yang lain. Ibu hanya ingin tinggal kembali di rumah ini karena ibu memang benar-benar merindukan tempat ini. Malamnya Fian memberitahu ibu supaya melarikan diri saja. Ibu berencana pulang kekampung tapi tiba-tiba kaki ibu terasa lemas dan susah untuk digerakkan. Karena tidak ada waktu lagi Fian membawa ibu kekamarnya dan disinilah ibu disembunyikan. Inilah ceritanya Inka. Akhirnya kamu bertemu ibu disini.”

Wanitu itu mengakhiri ceritanya. Inka masih terpana. Dia tidak percaya ada kejadian seperti itu di rumah pamannya.

Apa ibu sudah pernah diperiksa dokter?”tanya Inka akhirnya setelah menyadari ibu itu menunggu komentarnya. Wanita itu menggeleng.

Fian tidak tahu bagaimana caranya membawa dokter kemari tanpa di ketahui ayahnya. Kalaupun berniat membawa ibu ke dokter, caranya rumit karena satpam yang bertugas di depan rumah, dua puluh empat jam mengawasi.”

Jadi ibu tidak pernah berobat? padahal ibu kan sakit?”

Fian membelikan ibu obat diapotik. Lumayan setidaknya kaki ibu tidak terasa nyeri tapi tetap susah untuk digerakkan.”

Paman tidak pernah mencari ibu sejak menghilang?”

Mencari tiada henti. Tapi dia tidak pernah berpikir ibu sembunyi didalam rumah yang dia tempati. Sampai sekarang dia tetap mencari. Sebenarnya dia mencurigai Fian tapi kecurigaannya tidak pernah terbukti. Karena Fian tidak pernah kemana-mana selain ke kampus. Fian lebih banyak diam dikamarnya, padahal sebenarnya dia menjaga ibu.”

Tapi kenapa paman begitu jahat terhadap ibu tapi terhadap Fian dia begitu baik.” Wanita itu tersenyum tipis.

Kelihatannya dia baik karena ada kamu saja. Mungkin kedatangan kamu membuat pamanmu tidak berani menunjukkan sikap jahatnya terhadap Fian. Dia selalu berusaha mendesak Fian untuk memberitahu dimana dokumen-dokumen nyonya Rasti ibu sembunyikan. Tapi Fian selalu mengatakan tidak tahu. Apa kamu tidak melihat bagaimana hubungan mereka?”

Tapi paman dan Fian kelihatan baik-baik saja. Mereka selalu sarapan bersama, makan malam bersama.”

Itu karena ada kamu. Sebelum kamu ada, mana pernah mereka makan bersama,ngobrol apalagi. Kalau kamu tidak percaya, tanyakan saja ke bi Pati. Dia yang lebih tahu semua hal yang terjadi dirumah ini.”

Tapi bi Pati selalu ketakutan kalau saya menanyakan sesuatu tentang rumah ini….”

Tanyakan saja. Kalau kamu serius pasti dia akan memberitahu.” 

( Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar