Senin, 28 November 2011

Lilin ( # 2 )

0

 Ilustrasi google.com

Pagi harinya, Monik muncul di rumah Andre. Langkahnya yang anggun memasuki rumah, terus ke dalam, ke ruang makan. Ibu Prita yang sedang menata sarapan di meja makan melihatnya dengan wajah penuh keheranan.

” Pagi, ma.” sapa Monik sambil mencium pipi ibu Prita.

” Pagi, sayang. Tumben pagi-pagi kamu sudah kemari? Ada sesuatu yang terjadi? Yang mama tidak tahu?” Monik tersenyum simpul. Dia ikut menata piring-piring yang akan di pakai di meja makan.

” Nggak kog ma, biasa saja. Cuma hari ini Andre minta di temani jalan-jalan. Nggak tahu mau kemana..”

Ibu Prita masih menatap Monik. Dia masih belum mengerti. Monik rupanya sadar kalau jawaban yang dia berikan belum jelas di mengerti oleh ibu Prita.

” Hubungan kamu dengan Andre baik-baik saja kan, sayang? Mama jadi takut. Selama ini mama liat Andre acuh sekali, nggak perhatian kekamu… ”

Monik tersenyum.

” Hubungan kami baik-baik saja kog, ma. Andre kan memang begitu orangnya, nggak suka memperlihatkan perasaannya di depan umum. Tapi percaya deh, ma, kami baik-baik saja kog..”

” Ayo.. lagi ngomongin aku ya..?” Andre tiba-tiba muncul dari ruang tengah. Kamar Andre berada di balik tembok ruang tengah.

” Nggak ada yang ngomongin kamu kog, Ndre. Mama dan Monik lagi bicara soal perempuan. Ya, kan Monik?” Ibu Prita mengedipkan sebelah matanya ke Monik sementara Monik hanya tersenyum-senyum.

Andre mengambil gelas berisi minuman lalu meneguknya beberapa teguk.

” Nik, kita langsung pergi saja…” ajak Andre. Alis ibu Prita terangkat.

” Lho, nggak sarapan dulu, Ndre? kamu mau ngajak Monik kemana, sih? Buru-buru amat? Masih pagi lho…” ucapnya dengan mimik heran.

” Justru itu, ma. Kalo nggak pagi-pagi, nggak bakalan ketemu dengan orangnya. Ok, Andre pergi dulu ma…” Andre mendekati Monik dan menarik tangannya.

” Monik berangkat, ma.” ucap Monik tanpa sempat berbalik karena sudah melangkah dengan cepat mengikuti Andre yang menarik tangannya.

Di jalan mobil Andre melaju dengan kencangnya. Monik yang duduk di samping Andre hanya menahan nafas sambil memegang tali pengaman yang ada di samping kirinya. Dia tidak berani menegur Andre, karena dia tahu pasti ada hal yang sangat penting sampai Andre membawa kendaraan seperi itu. Andre rupanya juga sedang serius. Sejak meninggalkan rumah, dia sama sekali tidak berbicara satu katapun. Bahkan kalau ada kendaraan yang menghalangi jalannya dia sama sekali tidak bersuara.

“ Akhirnya sampai juga.!” Seru andre kemudian tersenyum ketika mereka sampai di pelataran parkir sebuah apotik. Andre langsung keluar dari mobil dan memandang sekeliling pelataran apotik itu. Andre seakan lupa kalau dia datang bersama Monik. Dia baru menyadari ketika perlahan Monik membuka pintu mobil dan keluar dari mobil.

“ Sebenarnya kamu cari siapa sih, Ndre?” tanya monik dengan wajah heran. Andre langsung berbalik.

“ Eh, Nik! Aku sampai lupa, sorry aku terlalu bersemangat sampai lupa kalau kamu ada di mobil. Maaf, ya..” Monik berjalan mendekati Andre yang masih sibuk memandang sekeliling.

“ Kamu cari siapa sih?” tanya Monik sambil menyentuh lengan Andre.

“ Penjual bubur. Pak Wiryo, penjaga villa kakekku bilang kalau tetangganya yang jualan bubur ayam di sekitar sini tahu alamat Lilin..” Monik menatap Andre dengan bingung.

“ Lilin? Lilin siapa?”

“ Ups! Sorry, aku lupa kamu sama sekali tidak mengenal Lilin. Dia temanku sewaktu aku tinggal dengan kakek di Villa. Nantilah aku ceritakan. Mudah-mudahan saja hari ini dia datang, supaya aku lebih cepat tahu alamat Lilin.” Monik tidak bertanya lagi. Dia sebenarnya tidak mengerti tapi untuk bertanya lebih jauh kelihatannya tidak mungkin. Andre terlalu serius melihat sekeliling sampai Monik merasa apapun pertanyaannya tidak akan ditanggapi oleh Andre.

Setelah lama menunggu akhirnya penjual bubur ayam yang mereka cari datang juga. Senyum andre langsung mengembang. Dia segera berlari mendekati lelaki paruh baya tersebut.

“ Maaf, pak. Bisa numpang tanya? Apa betul bapak yang bernama Pak Rekso?” tanya Andre ramah. Lelaki itu berbalik kaget karena dia sama sekali belum mengatur letak gerobaknya.

“ Oh, eh, iya ada apa ya?” tanyanya dengan mimik heran.

“ Begini, pak. Saya mau tanya apa bapak betul tetangganya pak Wiryo di desa Mulya sari?” Pak Rekso tertegun ketika mendengar Andre menyebut nama pak Wiryo.

“ Betul. O,ya anak ini siapa to? Ada hubungan apa dengan pak Wiryo?”

“ Saya cucunya Pak Hendarman. Salah satu pemilik villa di sana.”

“ O, Pak Hendarman. Memang ada apa to? Ada apa mencari bapak?”

Andre terdiam beberapa saat.

“ Begini, pak. Saya lagi cari seseorang. Dia teman saya. Namanya Lilin. Kata pak Wiryo, bapak tahu alamat Lilin di Jakarta. Apa betul, Pak ?”

Pak Rekso tersenyum.

“ Anak ini mencari Lilin? Memang betul, bapak tahu. Nak Lilinnya tinggal dengan bapak”. Mata Andre langsung membulat. Wajahnya cerah ceria seperti habis menang lotre.

“ Betul pak? Jadi kapan saya bisa ketemu Lilin? Atau begini saja, bapak beritahu saya alamat bapak, biar saya ke rumah bapak sekarang”.

Pak Rekso terdiam sesaat.

“ Begini, nak.. oh, iya nama anak siapa ya?”

“ Saya Andre pak..”

“ Begini nak Andre, Sekarang Lilin tidak ada di rumah. Dia lagi kerja..” Pak Rekso menyebut nama salah satu swalayan.

“ Nggak apa-apa kog, pak. Biar nanti saya ketempat kerjanya saja. Kalau begitu saya permisi dulu. Terima kasih banyak pak.”

Andre berpamitan kemudian berjalan menuju mobilnya. Monik sejak tadi hanya menunggu di dalam mobil. Dia  tersenyum  saat  Andre membuka pintu mobil.

“ Bagaimana, alamat temanmu itu sudah ketemu?” tanya Monik yang di sambut dengan anggukan kepala oleh Andre.

“ Aku benar-benar nggak nyangka alamatnya bisa ketemu secepat ini. Aku pikir bakalan lama karena pak Wiryo sendiri nggak begitu yakin. Syukurlah..” Andre menjalankan mobilnya perlahan keluar dari halaman apotik itu.

“ Jadi rencana kamu selanjutnya apa?” tanya Monik beberapa saat kemudian setelah mereka lama terdiam dalam perjalanan.

“ Aku mau ke tempat kerja Lilin. Pak Rekso sudah memberitahu dimana Lilin kerja.”

Mobil andre menyusuri pusat kota. Memasuki area pusat keramaian yang banyak mall-mall dan swalayan cukup ternama. Andre kemudian memarkir mobilnya di pelataran parkir. Suasana memang belum begitu ramai karena hari masih pagi. Tapi lalu lalang para karyawan sudah terlihat. Andre dan Monik turun dari mobil. Mereka berdua bergegas menuju pintu swalayan yang sangat terkenal.

“ Maaf, mas. Swalayan belum buka. Nanti jam sembilan baru buka.” tegur seorang satpam dengan senyum ramah.

“ Saya tahu. Cuma mau memastikannya saja, pak. Saya lagi cari keluarga saya, katanya kerja disini.”

“ Oh, ya namanya siapa? Nanti saya coba cek ke dalam.”

“ Namanya Lilin.”

“ Lilin? Setahu saya, tidak ada karyawan disini yang namanya Lilin. Yang ada hanya Malyana, Herlina, trus ada lagi Meylin.”

“ Itu pak, saya baru ingat! Nama lengkapnya Meylin. Ya, meylin.”

“ Kalau begitu mas tunggu saja. Karyawannya sih sudah ada di dalam. Cuma sekarang mereka masih beres-beres. Nanti kalau sudah buka, mas bisa langsung mencari ke dalam.”

Andre dan Monik kemudian kembali ke mobil. Mereka lebih memilih menunggu di dalam mobil.

“ Kamu sudah lama ya, Ndre nggak ketemu dengan Lilin?” tanya Monik begitu mereka duduk di dalam mobil. Andre mengangguk.

“ Sudah sepuluh tahun. Aku sih sering ke villanya kakek, cuma nggak pernah ketemu Lilin. Soalnya Lilin sudah pindah ke kota. Kalau dia datang, aku nggak ada. Jadi nggak pernah ketemu.”

“ Tapi kamu masih ingatkan dengan orangnya?”

“ Masih. Kalo dia tidak berubah. Yang aku ingat cuma kulitnya putih dengan rambutnya yang panjang. Entah kalau sekarang dia menatanya bagaimana.”

“ Dia pasti cantik, iyakan?” Andre langsung melirik Monik.

“ Kamu cemburu ya? Jangan khwatir. Orangnya biasa saja. Kalaupun cantik, akukan sudah ada kamu. Aku nggak bakalan jatuh cinta lagi. Kamu saja butuh waktu bertahun-tahun baru ketahuan suka sama aku.”

“ Tapi kalau Lilin jatuh cinta sama kamu? Bagaimana?”

“ Kalau Lilin suka aku? Bagaimana ya… nanti deh aku pikir-pikir dulu. Sepertinya sayang kalau di tolak…” Monik langsung mencubit pinggang Andre. Andre hanya meringis sambil tertawa. Sebenarnya Monik tidak tahu kalau pertanyaannya itu membuat perasaan Andre tidak tenang. Monik tidak tahu kalau dalam ingatan Andre, Lilin itu sangat sederhana tapi saat melihatnya orang tidak akan mudah untuk memalingkan pandangan. Itu dulu. Entah bagaimana sekarang keadaan Lilin. Apakah masih sama sederhananya dengan dulu? Andre membatin.

Jam sembilan lebih sedikit, pintu swalayan terbuka. Satpam yang tadi menerima mereka langsung memanggil dengan isyarat tangan.

“ Silahkan, mas. Cari saja di dalam.” ucap satpam itu yang di balas Andre dan Monik dengan senyuman sambil bergegas masuk ke dalam swalayan. Andre kemudian bertanya ke pramuniaga dan dia di beritahu di mana Lilin bertugas. Andre berjalan melewati deretan barang-barang yang di pajang sambil matanya mencari sosok yang kira-kira dikenalnya. Sementara Monik berjalan anggun dibelakangnya tanpa menyadari kalau jantung Andre berdebar sangat cepat. Andre tidak tahu kenapa tiba-tiba jantungnya berdebar tidak karuan. Dia berusaha menenangkan dirinya. Tiba-tiba saja…

“ Mas Andre?” tegur seorang pramuniaga tepat di depan Andre. Andre tertegun. Dia kaget tiba-tiba ada yang memanggil namanya. Belum hilang rasa terkejutnya, gadis itu langsung memeluknya. Monik yang berdiri tidak jauh dari Andre juga terkejut..

“ Mas Andre, saya Lilin..” ucap gadis itu sambil melepaskan pelukannya tapi tetap memegang tangan Andre. Andre tersenyum. Walau wajahnya sudah normal kembali tidak terkejut lagi seperti tadi tapi detak jantung Andre belum stabil. Dia sebenarnya sangat kaget melihat Lilin. Penampilan Lilin tetap sederhana seperti dulu hanya polesan make up yang tipis yang membuatnya sedikit berbeda.Tapi tiap kali Andre menatap matanya, Andre tiba-tiba merasa berdebar. Mata Lilin seperti telaga. Begitu hitam dan seperti ada butiran embun yang tergenang dimatanya. Andre menarik nafas beberapa kali mencoba menetralkan perasaannya.

“ Benar kamu Lilin?” tanya Andre lagi. Walau dia tahu gadis yang berdiri didepannya benar Lilin tapi dia seolah butuh ketegasan. Lilin tersenyum sambil memainkan kedua tangannya di atas kepalanya. Andre langsung memeluknya. Andre lupa kalau Monik tengah berdiri dibelakangnya dan sedang menatap mereka. Andre percaya kalau wanita didepannya benar-benar Lilin karena Lilin mempraktekkan kode isyarat yang hanya dia, Lilin dan Miko yang tahu. Beberapa detik kemudian Andre melepaskan pelukannya saat dia menyadari Monik ikut bersamanya.

“ Syukurlah, akhirnya aku menemukan kamu disini. Aku hampir saja putus asa, karena pak Wirya sama sekali tidak tahu alamat kamu.”

“ Saya juga kaget mas, setahu saya mas Andre lagi di Amerika. Oh, ya mas Andre kapan datang dari Amerika?”

“ Belum lama. Oh, ya Lin kenalkan, ini Monik, tunanganku.” ucap Andre sambil mengubah posisinya agak menepi agar Monik bisa lewat. Monik melangkah sambil tersenyum, dia kemudian mengulurkan tangannya. Lilin juga mengulurkan tangannya sambil tersenyum tapi sorot matanya berubah ketika tadi Andre menyebut Monik sebagai tunangannya. Hanya Andre dan Monik tidak menyadari hal itu. Terlebih Andre dia begitu bahagia bertemu dengan Monik dan ingin berbagi bahagia dengan Lilin dengan cara memperkenalkan Monik sebagai tunangannya.

“ Begini saja, bagaimana kalau kita janjian. Ntar jam istrahat, aku dan Monik tunggu kamu di kantin, di depan sana.” Andre menunjuk ke arah kantin di depan swalayan.

 “ Aku takut mengganggu jam kerjamu, sekarang lebih baik kami permisi dulu. Nanti disana kita bisa ngobrol panjang lebar, bagaimana? Kamu setuju kan Lin?” tanya Andre sambil menatap Lilin. Lilin mengangguk sambil tersenyum.

“ Aku pasti setuju tapi istrahat siang nggak lama cuma satu jam.”

“ Akh, nggak masalah. Lain kali kan kita masih ada waktu. Pokoknya sekarang aku pengen kita makan siang bareng-bareng. Ok?” sekali lagi Lilin mengangguk.

Andre dan Monik berpamitan lalu keluar dari swalayan. Wajah Andre begitu berseri-seri. Dia sangat gembira dapat bertemu dengan Lilin. Lain halnya dengan Monik. Saat mereka duduk di dalam mobil wajahnya berubah murung. Andre yang duduk disampingnya melirik heran.

“ Ada apa, Nik?” tanya Andre sambil menghidupkan mesin mobil. Monik hanya menghela nafas. Andre menyentuh lengannya.

“ Ada Apa?”

“ Aku hanya merasa cemburu.” ucap Monik. Andre tertawa.

“ Cemburu? Cemburu sama siapa? Lilin? Astaga Monik,Monik, kamu nggak perlu cemburu dengan Lilin. Kami sudah seperti saudara. Lilin sikapnya memang begitu, sama Miko juga. Jadi kamu nggak perlu khawatir”

Monik tersenyum tipis.

“Bukan Lilin, Ndre yang aku khawatirkan, tapi kamu.” Monik membatin.

Mobil melaju pelan meninggalkan swalayan sama pelannya dengan pikiran Monik. Pandangan matanya sendu. Monik terbayang tatapan mata Andre ke Lilin. Monik tidak pernah melihat tatapan mata Andre yang seperti itu sejak dia mengenal Andre. Mata Andre begitu bersinar. Begitu penuh semangat. Itu terjadi setelah mereka bertemu Lilin. Bahkan saat Monik melirik Andre disampingnya, sinar mata Andre tetap tidak berubah. Ada apa denganmu, Ndre? tanya Monik dalam hati.

*****

“ Lin, kamu mau makan apa?” tanya Andre. Mereka bertiga duduk di meja sudut ruangan. Andre sengaja memilih tempat duduk di sudut supaya bisa leluasa berbicara dengan Lilin. Tiba-tiba Andre memukul kepalanya dengan pelan.

“ Aku hampir lupa. Aku tebak ya, kamu pasti masih suka makan ayam goreng dengan mie gorengkan?” tebak Andre sambil menatap Lilin dengan pandangan jenaka. Mata Lilin terbelalak.

“ Mas Andre masih ingat ? padahal aku baru saja mau pesan.” Ucap Lilin terheran-heran. Andre kemudian menulis pesanan mereka di secarik kertas lalu memanggil pelayan yang kemudian datang mengambil kertas tersebut.

“ Kamu tentu heran kenapa aku masih ingat makanan favorit kamu. Karena kalau aku rindu sama kamu, aku makan makanan itu.”

 Andre mengucapkannya riang tanpa merasa canggung ada Monik disampingnya. Monik hanya tersenyum tipis tapi hatinya mulai terasa perih. Monik mulai merasa bimbang. Apakah pantas dia merasa cemburu dengan Lilin? Apakah seharusnya dia bersikap sama seperti sikap Andre ke Lilin? Haruskah dia menghilangkan rasa cemburunya dan bersikap akrab terhadap Lilin? Haruskah dia menerima Lilin sama seperti penerimaan Andre terhadap Lilin?

“ Mas Andre, mbak Monik ini kalem banget ya, kayaknya mas Andre memang sudah cocok dengan mbak Monik. Sudah serasi.” ucap Lilin.

Sebenarnya Lilin merasa risih karena sejak tadi dia asyik ngobrol dengan Andre sedangkan Monik sama sekali tidak berkata-kata. Monik cuma tersenyum menanggapi kata-kata Lilin.

“ Bukan kalem, Lin. Monik cemburu dengan kamu.” sahut Andre cepat. Monik kaget. Dia menatap Andre dengan mata melotot. Lilin juga tidak kalah kagetnya. Tapi bukan karena kata-kata Andre tapi keterus terangan Andre menceritakan perasaan tunangannya itu yang membuat Lilin bingung.

“Andre..!” panggil Monik dengan mimik khawatir. Tapi Andre malah terseyum-senyum.

“ Nggak apa-apa kog, Nik. Lilin ini tidak seperti perempuan lain. Kamu jangan khawatir. Dia tidak akan merebut aku sebagai tunanganmu tapi kalau sebagai teman dia mungkin saja menculik aku darimu…ha…ha….ha…ha.“ Andre tertawa ngakak.

 Lilin juga ikut tertawa tapi ada bagian hatinya yang terluka. Andre tidak tahu kalau sejak mereka berpisah sepuluh tahun yang lalu, Lilin selalu merindukannya. Bukan sebagai teman semasa kecil tapi jenis kerinduan yang lain. Lilin tidak tahu kerinduan semacam apa yang dia rasakan terhadap Andre. Dia baru tahu ketika tadi mereka bertemu di swalayan dan Andre memperkenalkan Monik sebagai tunangannya.

Tiba-tiba saja Lilin merasa cemburu. Dia kini tahu perasaan yang di milikinya sejak dulu adalah perasaan cinta. Setiap kali melihat Andre dan Monik berbicara dan pandangan mereka bertemu, Lilin memalingkan pandangannya keluar jendela. Dia teringat masa kecilnya. Hanya mereka bertiga Andre, Miko dan dirinya. Dan dia adalah satu-satunya perempuan. Perhatian Miko dan Andre hanya tertuju padanya. Mereka berdua selalu menjaganya dan berusaha menghiburnya dengan cara apapun.

Tapi sekarang tidak ada satupun yang memperhatikan apalagi untuk menjaganya. Miko entah berada di mana sedangkan Andre sekalipun sudah berada di depan matanya, tapi dia sudah memiliki orang lain untuk dia perhatikan. Lilin tidak bisa berharap Andre memperhatikannya seperti dulu. Walau kata-kata Andre terkadang membesarkan hatinya karena Andre masih mengingat semua hal tentangnya tapi itu tidak cukup untuk menutupi kekosongan hati Lilin. Semua sudah berubah, Lilin mengeluh dalam hati.

“ O, iya Lin. Kamu nggak tahu Miko sekarang ada dimana?” tanya Andre kemudian setelah beberapa menit mereka terdiam karena pelayan membawakan makanan pesanan mereka.

“ Nggak mas, terakhir saya ketemu mas Miko waktu dia menikah. Setelah itu mas Miko nggak ada kabar berita.” Jawab Lilin sambil menaruh saus di mie gorengnya.

Lilin memasukkan makanan kemulutnya dengan pelan karena adegan dua orang didepannya membuat matanya sakit. Andre tiba-tiba mengusap saus cabe yang menempel di sudut bibir Monik. Lilin berdoa dalam hati semoga dia bisa menetralkan perasaannya dan tetap bisa berpikir normal.

Dia tidak lagi sanggup berada di antara mereka berdua. Lilin berharap jam bergerak lebih cepat agar dia bisa secepatnya meninggalkan Andre dan Monik. Ada rasa sakit yang rasanya sudah tidak sanggup dia atasi. Lilin tahu dia harus bersikap dewasa dan menerima kenyataan kalau Andre sudah memiliki tunangan. Tapi semuanya terjadi tiba-tiba. Lilin tidak pernah mempersiapkan hatinya untuk bertemu Andre dengan orang lain sebagai kekasih atau tunangannya. Dalam impiannya,  Lilin selalu berharap bertemu Andre seorang diri tanpa seorang yang berada didekatnya dengan titel kekasih atau tunangan.

“ Lilin? Kamu kenapa?” tanya Andre dengan wajah khawatir. Lilin tersenyum tipis.

“ Nggak apa-apa kog mas, saya hanya ingat mas Miko. Rasanya saya rindu pengen ketemu dia, sudah lama sekali.” Waktu mengucapkan kata-kata ini, Lilin tidak menyadari pandangan Andre yang aneh tertuju padanya. Hanya Monik yang melihat dan membuat Monik tertunduk. Mengaduk-aduk makanannya lalu memasukkan kemulutnya.

“ Aku juga. Iya.. sudah lama sekali nggak ada kabar.. Mungkin dia sibuk mengurus istri dan anaknya” Lilin menatap heran ke Andre.

“ Mas Andre nggak tahu? Mas Miko sudah lama bercerai dengan istrinya. Mereka hanya dua tahun menikah. Saya di beritahu bekas iparnya. Waktu itu kebetulan saya ketemu di swalayan.”

“ Astaga. Kog bisa ya. Kalau begitu kasian banget si Miko. Sekarang dia ada dimana ya?” Andre tercenung tapi Monik dan Lilin tidak tahu Andre berusaha menenangkan hatinya. Mendengar kata-kata Lilin membuat hatinya gelisah. Dia tidak tahu perasaan apa yang dimilikinya sekarang. Ada perasaan tidak rela saat Lilin mengungkapkan perasaannya dan begitu mengkhawatirkan Miko. Padahal Miko bukan orang lain bagi mereka. Miko adalah sahabat mereka lalu kenapa harus heran jika Lilin begitu memperhatikan Miko?

“Andre?” Monik menyentuh lengan Andre. Andre tersentak kaget walaupun dengan gerakan pelan. Andre kemudian meraih teh botol didepannya lalu meminumnya beberapa tegukan.

“ Maaf, aku kaget banget dengar Miko cerai. Waktu nikah saja, aku nggak tahu eh tiba-tiba dengar dia cerai.”

“Padahal saya sudah titip alamat sama tetangga di kampung kalau mas Miko kebetulan pulang kampung, dia bisa cari saya di kota. Tapi sampai sekarang mas Miko nggak ada kabar beritanya. Saya pengen banget ketemu dia.”

Andre kembali menghela nafas pelan. Setiap kali Lilin mengungkapkan perasaannya tentang Miko, Andre merasa ada sudut hatinya yang terasa pedih.

“ Maaf mas Andre, jam istrahat tinggal beberapa menit lagi. Saya harus kembali kerja, kapan-kapan kalo mas Andre ada waktu kita bisa ketemu lagi.” ucap Lilin kemudian dia berdiri dan meraih tasnya yang diletakkan di kursi disebelahnya.

“Oh, ya aku hampir lupa, nomor handphone kamu berapa? biar nanti gampang menghubungi kamu.” Andre mengeluarkan Handphonenya dari saku celananya kemudian memencet nomor yang disebutkan oleh Lilin. Setelah itu mereka bersalaman. Monik tersenyum tipis.

“ Mbak senang ketemu kamu, semoga lain waktu bisa makan bareng lagi.”

“Iyalah, lain kali pasti masih ada makan bareng. Betulkan Lin, nanti aku hubungi kamu. kamu tunggu aja ya.” ucap Andre sambil mengedipkan sebelah matanya membuat jantung Lilin hampir copot. Dengan penampilannya sekarang yang semakin dewasa membuat Andre keliahatan sangat tampan. Dia sudah bukan lagi Andre yang dulu. Sekarang setiap gerak-geriknya sangat menawan. Lilin tidak tahu apakah itu karena pengaruh jatuh cinta hingga dia terpesona ataukah karena memang Andre kelihata sangat berubah.

Ketika tiba di swalayan, Lilin tiba-tiba menyadari sesuatu. Dia merasa heran kenapa Andre sama sekali tidak tahu kalau Miko menikah padahal dia mengirimkan surat ke Andre beberapa tahun lalu. Aneh kenapa Andre sama sekali tidak tahu? Tanya Lilin dalam hati.Tapi Lilin tidak sempat memikirkan lebih lama karena dia harus kembali bekerja. Hanya saat kembali kerumah pembicaraannya dengan Andre terngiang kembali dalam kepalanya. Rasanya ada yang aneh kenapa Andre sama sekali tidak tahu jika Miko sudah menikah?


( Bersambung)


0 komentar:

Posting Komentar